Selasa, 13 April 2010

In Memoriam CAK KADARUSLAN 1931-2010

Kadaruslan, budayawan dan pegiat seni Surabaya itu, berpulang kemarin 13 April 2010. Cak Kadar, sapaannya, menutup mata pada usia 79 tahun lantaran gagal ginjal. Kepergiannya membuat kota ini kehilangan seorang tukang kompor.

---

Sebelum menjalani perawatan intensif, di rumah sakit, Cak Kadar, sapaan akrab Kadaruslan (79), masih sempat menemui Kompas, di Rumahnya, di Kawasan Wisma Menanggal, Surabaya.

Meski dalam kondisi kurang sehat, Cak Kadar, tetap bersemangat dan bergairah berbicang-bincang seputar seni budaya di kota yang melahirkan dirinya.

Semangatnya untuk terus menghidupkan festival seni Surabaya, tak pernah padam. Realitas itu, tersirat tatkala festival seni Surabaya yang telah menjadi ikon kota ini, sempat terhenti tahun 2009.

"Festival seni Surabaya ini tidak akan berhenti, saya sudah menyiapkan anak-anak muda untuk tahun 2010 ini," katanya.

Hari Senin (12/4) pukul 07.30, sang tokoh arek Suroboyo, telah dipanggil oleh sang Khaliq, setelah sebulan terakhir ini dia menjalani perawatan intensif, karena gangguan ginjal. Kepergian cak Kadar menghadap sang Khaliq , tak saja kehilangan besar untuk denyut kehidupan berkesenian di kota Surabaya, melainkan pula seorang tokoh yang amat peduli terhadap kotanya.

Pasalnya, selama ini bapak tujuh anak dan empat belas cucu, ini adalah sosok yang telah memberikan motivasi sekaligus inspirasi untuk kalangan muda untuk kritis dan cerdas menyikapi proses pembangunan kota yang kerapkali menghancurkan jejak-jejak peninggalan masa lampau , selain mendorong kalangan seniman-seniman muda untuk terus menggeliat dalam perkembangan sekaligus pertumbuhan seni budaya di pusat ibukota provinsi, Surabaya.

Jangan hanya menggantungkan saya terus, karena itu saya terus mendorong anak-anak muda untuk tampil, termasuk melanjutkan festival seni Surabaya yang telah menjadi ikon kota Surabaya, kata Cak Kadar.

Festival Seni Surabaya yang embrionya bermula dari Parade Seni WR. Soepratman, tahun 1995 , tak lepas dari sosok Cak Kadar yang sepanjang hidupnya, amat sangat mencintai kota kelahirannya, Surabaya.

Kehadiran ajang seni budaya berskala nasional berlebel Festival Seni Surabaya tahun 1996 adalah karya besar almarhum yang sudah selayaknya oleh generasi muda seniman Surabaya terus digelorakan, sehingga kota ini tidak kehilangan identitas sebagai salah satu kota berbudaya.

Perhelatan seni budaya yang semasa hidupnya Cak Kadar yang juga Ketua Umum Putera Surabaya (Pusura) dan Ketua Umum Yayasan Seni Surabaya (YSS), nyaris menjadi penawar yang oase yang menyegarkan di tengah-tengah kepenatan dan kesibukan yang menyelimuti warga kotanya.

Kini, sang tokoh arek itu telah tiada dan pelbagai kenangan pun membekas di hati siapa pun yang pernah kenal dekat dan bersinggungan dengan almarhum.

"Saya sebenarnya tidak pantas mewakili yang hadir di sini, karena Cak Kadar adalah salah seorang tokoh arek Suroboyo yang dekat dengan semua kalangan. Cak Kadar itu tukang kompor (motivator-red) untuk anak-anak muda Surabaya bangkit dan berbuat untuk Surabaya. Kita kehilangan retorika khas Suroboyo dengan meninggalnya Cak Kadar," kata Tjuk Sukiadi saat memberikan sambutan sebelum prosesi pemberangkatan jenazah menuju pemakaman Islam Tembok, Surabaya.

Cak Kadar Sebuah Refleksi Jalan Hidup, sebuah buku yang ditulis oleh Amang Mawardi, setidaknya menjadi penanda eksistensial Cak Kadar sebagai salah seorang tokoh arek dan budayawan. Dari buku tersebut, sekurangnya membersitkan sebuah karakter arek Suroboyo yang melekat di dalam diri Kadaruslan alias Cak Kadar.

***

Cak Kadar lahir pada 1931. Tanggal lahir di KTP-nya 1 Juli. Sejatinya, Cak Kadar tak pernah tahu persis tanggal lahirnya. Ada yang menyebut 21 Juli 1931. Ada juga yang mencatat 28 Agustus 1931. ''Yang paling tepat adalah weton (hari lahir) saya. Jumat Kliwon. Soalnya, ibu saya kalau mbancaki selalu pas Jumat Kliwon,'' ungkap Cak Kadar dalam buku Cak Kadar: Sebuah Refleksi Jalan Hidup tulisan Amang Mawardi.

Dalam umurnya yang di atas 70 tahun, Cak Kadar memang selalu tampil energik. Lebih energik ketimbang usianya yang nyaris delapan dekade. Sejumlah tokoh mengakui itu. ''Beliau sangat bersemangat. Yang muda seperti saya pun kadang kalah semangatnya,'' ujar Wakil Wali Kota Arif Afandi.

Namun, tidak ada orang yang mampu mengalahkan usia. Cak Kadar akhirnya harus menyerah pada gagal ginjal yang menggempurnya. Pukul 08.00 kemarin, pria asli Surabaya itu menghadap Sang Pemberi Hidup. Dia meninggalkan Ning Ti, tujuh anak, plus 14 cucu.

Menurut Supiyati, Cak Kadar sangat menyayangi keluarganya. Bahkan seluruh keluarga besarnya. Cak Kadar paling perhatian dengan keluarganya. ''Bapak bukan cuma milik keluarga, tapi juga milik anak-anak Surabaya,'' ujarnya.

Cak Kadar adalah anak pertama dari 12 bersaudara. Dia dikenal sebagai pria yang humoris, namun juga keras dan disiplin. Menurut Supiyati, bila Cak kadar memerintah, perintahnya harus dilaksanakan. Walaupun begitu, Cak Kadar tidak pernah marah.

Menurut putri bungsu Cak Kadar, Roosyana Ernawati, Cak Kadar adalah ayah, teman, dan kakak. Cak Kadar merupakan sosok yang menyenangkan diajak curhat. Dia senang dengan politik, seni, dan sesuatu yang berbau memajukan Surabaya.

Cak Kadar juga selalu mendidik anak-anaknya dengan demokratis. Dia selalu mengizinkan apa pun yang diinginkan oleh anak-anaknya asal mereka suka dan mau.

***

Cak Kadar lebih tepat disebut budayawan. Kiprahnya sebagai saksi sejarah dan gerak-geriknya terhadap perkembangan seni budaya Surabaya begitu besar. Namun, Cak Kadar juga tidak menampik disebut seniman. Lewat seni, dia mengenal bahwa budaya Surabaya sebagai kota heterogen sungguh berlimpah.

Cak Kadar mengatakan mengenal seni sejak menginjak remaja. Saat itu, dirinya mulai bergabung dalam perkumpulan teater. Yang paling aktif, Cak Kadar memperkuat Teater Aksera pada 1970-an. Dia juga ikut Teater Keliling hingga mempunyai anak didik dan akhirnya bergabung dengan Teater Berita Yudha pimpinan Hari Mat Rais.

Menurut Cak Kadar, seni itu mengajarkan kelembutan, kontrol diri, solider, dan mencintai kenikmatan yang diberikan Tuhan. Meski demikian, seni juga bisa keras, tapi cara penyampaiannya pun cenderung indah. ''Coba lihat Iwan Fals, W.S. Rendra, dan sebagainya. Mereka marah-marah, menyindir, tapi keluarnya sangat indah,'' ungkapnya kala itu.

Pria yang pernah menjadi guru itu membuktikan kelembutan seni. Dia mencontohkan tujuh anaknya yang sarjana. Mereka diajari cinta terhadap seni sejak dini. Anak pertama hingga keenam dekat dengan teater, anak terakhir cinta tari. ''Itu bukan teori, tapi bukti. Sampai sekarang, anak-anak tumbuh dengan watak yang patuh. Keluarga saya pun hidup sederhana,'' jelasnya saat wawancara tersebut.

Bagi Cak Kadar, seni (olah rasa) harus didapatkan secara imbang dengan pendidikan (olah pikir) dan kesehatan (olahraga). Jika ketiganya dicapai, kehidupan manusia akan terasa bahagia.

Selamat jalan, Cak Kadar. (jawapos.com & kompas.com)

Rabu, 24 Februari 2010

Festival Seni Surabaya Kembali Menyapa Khalayak


Rabu, 24 Februari 2010 | 14:48 WIB


Surabaya, Kompas - Festival Seni Surabaya bakal kembali menyapa khalayak setelah absen tahun lalu. Ajang tahunan ini setidaknya memberi peluang bagi seniman untuk menampilkan karya terbaik.

"FSS (Festival Seni Surabaya) tidak hanya untuk seniman dan kelompok seni Surabaya, tetapi juga dari luar Surabaya. Festival ini
kami harapkan menjadi jujukan seniman dan kelompok seni dari mana pun untuk menunjukkan karya-karya puncak mereka," kata Ketua Pembina Yayasan Seni Surabaya Kadaruslan, Selasa (23/2) di Surabaya.

Cak Kadar, sapaan Kadaruslan, mengatakan, selama ini dalam pelaksanaan FSS banyak yang mengkritik, tetapi banyak pula yang
merindukannya. Pasalnya, festival ini dianggap sebagai salah satu ikon Surabaya.

"Selain festival-festival di DI Yogyakarta dan Bali, FSS telah menjadi salah satu festival di Indonesia yang juga ditunggu-tunggu," ujarnya.

Dia mengatakan, dalam pelaksanaan FSS tahun ini, Yayasan Seni Surabaya menunjuk Basuki Babussalam sebagai ketua pelaksana. Sejak awal kelahiran FSS, Basuki sudah melibatkan diri, bahkan terus mengikuti perkembangan FSS dari tahun ke tahun.

Cak Kadar mengemukakan, tiga kali pertemuan sudah digelar Ketua Pelaksana FSS bersama anggota panitia pengarah, Akhudiat, dengan melibatkan seniman-seniman muda, seperti Zaenuri, Hanif, R Giryadi, dan Riyadi Ngasiran. "Dari serangkaian pertemuan itu ditemukan pula tema FSS tahun ini, "Surabaya Experience," ucapnya.

FSS biasanya diselenggarakan setiap 1 Juni selama sepekan atau dua pekan, tetapi tahun ini diundur ke November, bertepatan dengan
momentum Hari Pahlawan. "Kalau dipaksakan Juni, waktunya sudah mendesak. Apalagi, pada bulan itu banyak kegiatan perayaan hari ulang tahun Surabaya," kata Cak Kadar. (TIF)

Minggu, 21 Februari 2010

OPERA DIPONEGORO

Kamis, 18 Februari 2010

KONTAK FSS 2010


Panitia Penyelenggara dan Pelaksana FSS 2010, berpusat di Kompleks Balai Pemuda, Jl. Pemuda No. 15 Surabaya. Kontak telepon bisa dilakukan di 081252 858999, Fax: 031-8662918, email: surabayafestival@gmail.com

Team Awal :
Penyelenggara : Kadaruslan, Akhudiat, Wiek Herwiyatmo, Wisnubroto, Amang Mawardi, Sabrot D Malioboro.
Pelaksana: A. Basuki Babussalam, Giryadi, Riadi Ngasiran dll.

Panitia menerima kritikan, usulan dan dukungan terkait dengan penyelenggaraan Festival Seni Surabaya. Seluruhnya bisa disampaikan kepada panitia dengan alamat kontak tersebut di atas. Dukungan semua pihak sangat berarti untuk memberikan pelayanan atas penyelenggaraan Festival Seni Surabaya. Agar Festival ini bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan, membanggakan sekaligus bermanfaat bagi warga kota Surabaya. Salam hormat kami untuk Festival Seni Surabaya yang lebih baik.

"Surabaya Experience"

Festival Seni Surabaya, akan kembali hadir di tahun 2010. Yayasan Seni Surabaya, lembaga penyelenggara acara ini, telah melakukan serangkaian koordinasi dan persiapan pelaksanaan FSS 2010. Perhelatan festival kesenian akbar ini akan digelar tanggal 6 - 14 Nopember 2010, dengan pusat penyelenggaraan kegiatan di Balai Pemuda Surabaya.
Kadaruslan, ketua dewan pembina Yayasan Seni Surabaya mengungkapkan, penyelenggaraan FSS 2010 akan mengambil thema Surabaya Experience. "Festival ini akan menjadi cermin perjalanan kota Surabaya. Surabaya yang terus bergeliat melewati pelbagai jaman, sudah saatnya bercermin. Karena ditengah perjalanan panjangnya, Surabaya telah menjadi saksi dari ribuah aktifitas sejarah yang luar biasa. Dan perjalanan kota itu bisa memberi inspirasi yang sangat kuat untuk membangun Surabaya sebagai kota yang memiliki karakter. Kota yang memiliki identitas. Kota yang bisa menjadi kebanggan bagi warga kotanya." tutur Kadaruslan.
"Dalam perjalanan sejarahnya", tambah Kadar, "Surabaya berulang kali telah menorehkan jejak emas yang kadang tidak diingat oleh banyak orang, bahkan oleh warga kotanya sendiri. Misalnya saja, Bertolt Brecht, dramawan Jerman dengan 'teater epik'nya, pernah menulis lirik lagu berjudul Surabaya Johny. Lagu itu begitu populer pada jamannya. Dan walau sekarang tidak banyak diketahui oleh banyak warga kota Surabaya, lagu itu telah menjadi saksi sejarah bahwa Surabaya pernah melegenda dengan karya-karya seni skala dunia."
Selain Brecht, Cerpenis Paul Theraux dari Inggris, juga pernah membuat cerpen berjudul 'Burial at Surabaya' atau dalam terjemahan bebas yang berarti Penguburan di Surabaya. Cerpen ini begitu terkenal, karena menciptakan Surabaya dari sisi yang lain. Dalam cerpen itu dikisahkan kematian seorang keturunan Yahudi, penduduk Surabaya, yang dikuburkan di Makam Kembang Kuning. Kisah dalam cerpen itu begitu kesohon, karena telah menjadikan Surabaya sebagai sakti kehidupan masyarakat plural dalam konteks hubungan manusia secara internasional.
Selain banyak seniman luar negeri yang telah merajut Surabaya menjadi subject-matter dari karya seni berbagai genre, seniman dalam negeri juga banyak yang telah menjadikan Surabaya sebagai bagian inspirasi dan karya sastra yang lahir di tanah air. Cerpenis Surabaya, M Fudoli Zaini, pernah mengisahkan Kembang Kuning dari mata para gelandangan dan pemulung sampah, dan dimuat di majalah Terang Bulan pada tahun 1960-an.
Pelopor penulis cerpen Angkatan 45, Idrus, pernah membuat kumpulan cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, pernah mengisahkan perstiwa 10 Nopember 1945 dari sudut pandang lain. Kisah heroik itu dikemas menjadi parodi, menjadi pertempuran antara 'koboi dan bandit'. Ma'ali atau Muhammad Ali, cerpenis andalan Surabaya, sangat menikmati ulang-alik bemo lin Kupang - Manukan, dan banyak mengabadikannya dalam cerpen-cerpen yang encer, penuh humor, sangat tidak berjarak, sangat penuh dengan rasa empati kemanusiaan, namun juga kefanaan dan kesementaraan.
Dalam perjalanan dunia kesenian yang lain, Surabaya juga pernah menjadi bagian kisah karya Novel 'Kremil' karya Suparta Brata, Novel 'Kembang Jepun' karya Remy Sylado, dan 'Perempuan Kembang Jepun' karya Lan Fang. Pun dalam dunia musik, Surabaya juga terabadikan dalam karya Gombloh, Franky, Leo Kristi dan Kalimas The Gembel. Semua itu masih dilengkapi dengan ribuan laporan jusnalistik, rangkaian lakon pertunjukan, pembuatan karya ilmiah, hingga thema karya seni rupa, baik gambar, fotografi maupun sketsa.
Dari perjalanan sejarah kota Surabaya, yang telah menjadi saksi, menjadi inspirasi dan melahirkan beribu karya dari berbagai warga bangsa di berbagai belahan dunia, maka tiba saatnya bagi Surabaya untuk bercermin melihat sejarah perjalanan dirinya. Karena itulah, Festival Seni Surabaya tahun 2010, mengambil thema 'Surabaya Experience'. Sebuah momentum untuk mengukur diri, setelah Surabaya menjelejah melewati alur waktu yang kuat bersama dengan warga kota bangsa yang lain di pelbagai penjuru dunia.
Tunggu, nikmati dan saksikan Festival Seni Surabaya 2010. Ambillah bagian menjadi warga kota yang turut serta membentuk kotanya menjadi kota yang kuat dengan karakter utuh untuk kehidupan peradaban kota yang lebih baik di masa mendatang. Selamat menyongsong Festival Seni Surabaya 2010. Semoga ini bisa memberi makna bagi kehidupan kota Surabaya yang lebih baik. Salam bahagia bagi warga kota Surabaya. (*)